Selasa, 23 Maret 2010

KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA: PELAKSANAAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN TIDAK SEIRING SEJALAN ? KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA: PELAKSANAAN ANTAR

NAMA : CHANDRA IRAWAN
NPM : 30108461
KELAS :2db18
DOSEN : SUKESTI

KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA: PELAKSANAAN ANTARA HAK DAN
KEWAJIBAN TIDAK SEIRING SEJALAN ?
KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA: PELAKSANAAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN TIDAK SEIRING
SEJALAN ?
Oleh Pertampilan S. Brahmana 1. Pendahuluan Perkembangan baru mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia adalah disusunnya Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dan sekaligus pendirian KOMNAS HAM
serta dimasukkannya masalah HAM dalam UUD 45 yang telah diamandemen. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disahkan pada tanggal 23 September 1999, dan mulai diberlakukan 23 September 1999, pada masa pemerintahan BJ
Habibie. UU ini juga memerintahkan pendirian Komnas HAM. Tujuan Komnas HAM adalah (a) mengembangkan kondisi
yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan (b) meningkatkan perlindungan dan
penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai lembaga, Komnas HAM lembaga mandiri, kedudukannya
setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Dalam UUD 45 yang belum diamandemen dan UUD 45 yang sudah diamandemen, masalah HAM (Hak Asasi
Manusia) dalam UUD 45 dan dalam UUD 45 yang telah diamandemen ada perbedaan istilah. Dalam UUD 45 yang
belum diamandemen, tidak dikenal istilah HAM (Hak Asasi Manusia), tetapi warga negara. Sedangkan dalam UUD 45
yang telah diamandemen selain dikenal istilah warga negara dan juga istilah hak individu. Penggunaan kedua istilah ini
dalam UUD 45 yang sudah diamandemen memberikan kesan bahwa dalam UUD 45 yang belum di amandemen, tidak
dihargai hak-hak individu. Ada apa dengan pengertian HAM dalam UUD 45 yang belum diamandemen dan UUD 45
yang sudah diamandemen? Mengapa UUD 45 yang belum diamandemen mempergunakan istilah hak warga negara
bukan hak asasi manusia? Menurut Padmo Wahyono, suatu hak kemanusiaan sebenarnya baru menjadi permasalahan
apabila seseorang berada dalam lingkungan manusia lainnya. Hanya secara teoritis abstrak kita dapat membayangkan
hak manusia yang mutlak tanpa memerlukan perumusan dalam lingkungannya dengan masyarakat. Dalam rangka
pemikiran inilah rumusan perindungan hak-hak kemanusiaan dalam UUD 45 dijelmakan menjadi hak warganegara dan
mengenai kedudukan penduduk. Alasan mengapa istilah hak asasi manusia tidak dipergunakan dalam UUD 45, menurut
Soekarno , karena Indonesia tidak berdasarkan pada individualisme, melainkan pada kedaulatan rakyat (Setiardja,
1993:116-127). 2. Pengertian HAM Bagaimana definisi HAM menurut Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia? Menurut
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang
sama. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39/1999 tentang HAM; dijelaskan (1). Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia; (2) Kewajiban dasar manusia adalah
seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi
manusia, (3) Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual
maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya, (4). Penyiksaan
adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang
hebat, baik jasmani, maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang
atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan
oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila
rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan
siapapun dan atau pejabat politik. Secara rinci HAM menurut dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah 1. Semua
manusia mempunyai hak yang sama. 2. Setiap orang berhak atas semua hak dan kekebesan tanpa perkecualian
seperti misalnya bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, asal usul kebangsaan, kelahiran. 3. Setiap
orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang. 4. Tidak boleh ada perbudakan. 5. Tidak
boleh ada penganiayaan. 6. Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi. 7. Semua orang berhak
atas perlindungan hukum yang sama. 8. Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif. 9. Tidak boleh ada
penangkapan, penahanan atau pembuangan sewenang-wenang. Sedangkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, Tentang Hak-Hak Asasi Manusia (HAM):
1. Hak untuk hidup 2. Hak untuk berjodoh 3. Hak untuk mengembangkan diri 4. Hak untuk memperoleh keadilan 5.
Hak atas kebebasan pribadi. 6. Hak atas rasa aman 7. Hak atas kesejahteraan 8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak Wanita. 10. Hak Anak Dokumen PBB lebih mengedepankan masalah hak manusia, sedangkan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, manusia selain mempunyai hak yang disebut Hak-Hak Asasi
Manusia (HAM), juga menjelaskan masalah kewajiban manusia di Indonesia. Kewajiban itu adalah: 1. Wajib patuh pada
peraturan perundang-undangan, hukum tidak tertulis dan hukum internasional mengenai HAM yang diterima negara
Indonesia . 2. Wajib bela negara berdasarkan UU. 3. Wajib menghormati HAM orang lain, moral, etika. Jadi antara
dokumen HAM PBB dan dokumen HAM Indonesia ada perbedaan. Perbedaan itu terletak pada kewajiban. Dokumen
PBB tidak menjelaskan kewajiban manusia. Dokumen HAM Indonesia menjelaskan kewajiban manusia. Akibat tidak
Official Website of Koalisi NGO HAM Aceh
http://koalisi-ham.org Powered by Joomla! Generated: 23 March, 2010, 15:58
jelasnya kewajiban dalam dokumen HAM PBB ini, dokumen PBB itu kerapkali berubah menjadi alat provokasi oleh
kalangan tertentu, terhadap negaranya sendiri. Ketika hak-hak atau kepentingan kalangan tertentu terganggu di
negaranya, mereka menggunakan dokumen PBB untuk mengekspresikan, membenarkan dan sekaligus untuk
mempertahankan hak-hak atau kepentingannya. Akibat tidak jelasnya kewajiban manusia menurut HAM PBB ini,
mengakibatkan LSM-LSM yang mempunyai akses ke dunia Internasional, kerap merepotkan pemerintah sebuah negara
dalam menghadapi satu masalah termasuk Indonesia . Padahal dalam dokumen HAM versi Indonesia, pelaksanaan
HAM itu, antara hak dan kewajiban berjalan secara harmonis, tidak dibenarkan hanya menuntut haknya, kalau ini terjadi
sama dengan pemeras istilahnya, tidak dibenarkan melaksanakan kewajibannya saja, kalau ini terjadi perbudakan
istilahnya. 3. Pelanggaran HAM: Kasus Orde Baru Kondisi sosial Bangsa Indonesia sejak Indonesia merdeka pada
tahun 1945, hingga berakhirnya masa Orde lama, dan kemudian digantikan oleh Orde Baru keduanya memiliki
kekuasaan yang bersifat sentralistis, presidenlah yang berperan besar. Pasca turun Soeharto dari panggung politik
Indonesia pada Mei 1998 melahirkan eforia reformasi di segala bidang. Reformasi ini disertai dengan berkembangnya
isu Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi, otonomi daerah, kekuasaan yang selama ini terpusat di Jakarta, secara
perlahan mulai didelegasikan ke bawah dalam hal ini kepada Gubernur dan kepada Walikota dan Bupati. Pada tingkat
ini, pengertian HAM dan demokratisasi cenderung dipersepsikan sendiri-sendiri sehingga mereka yang mengusung isu
ini mengekspresikannya secara berlebihan, sehingga kadang berbenturan dengan pemerintah pusat atau pemerintah
daerah, konflik antar suku, antar kelompok agama serta antar perusahaan dengan lingkungan masyarakat, terjadi di
beberapa wilayah di Indonesia. Hal yang sulit terjadi pada masa Orde Baru. Isu HAM (Hak Asasi Manusia) yang
mencuat kepermukaan bukan saja berkait dengan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintahan
pada masa lalu, seperti kasus pembantaian G30S/PKI, kasus Tanjung Priok, Haur Koneng, kasus 27 Juli 1996, kasus
Situbondo, kasus Tasikmalaya, penangkapan dan pemenjaraan atas aktivis pemuda dan mahasiswa yang berbeda
pendapat dengan pemerintah yang berkuasa, DOM di Aceh, kasus Trisakti dan Semanggi, kasus lepasnya Timor-Timor,
tetapi juga kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa pasca orde baru seperti berlanjutnya penzaliman terhadap
rumah-rumah ibadah, konflik terbuka antara Dayak dan Madura di Kalimantan, konflik terbuka di Ambon dan Poso,
perlawanan GAM di Aceh, aktifitas OPM di Papua. Semua bermuatan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Menurut Jeffry Winters, dari Amerika Serikat, sejak Soeharto dijatuhkan Mei 1998, sudah ada 20.000 orang Indonesia
yang tewas, jumlah ini lebih banyak dari korban yang jatuh saat Orba berkuasa (Harian SIB, 12/07/2002). Ini
mengisyaratkan terjadi penambahan terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Berdasarkan catatan redaksi
sekitar kita (akses 30/12/2003), yang dimasukkan ke dalam kategori pelanggaran HAM semasa Orde Baru adalah
sebagai berikut: Data-Data Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru Tahun Kasus 1965 -
Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat. - Penangkapan, penahanan dan pembantaian
massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat
aktif maupun pasif dalam kejadian ini. 1966 - Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap
PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi
di penjara. - Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember. - Sekolahsekolah
Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember. 67 - Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh
pemerintah. - April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta . -
Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang. 1969 - Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan
tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana . - Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan. - Tidak menyeluruhnya
proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung
dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua. - Dikembangkannya peraturan- peraturan yang
membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebutsebut
bukan termasuk partai politik. 1970 - Pelarangan demo mahasiswa. - Peraturan bahwa Korpri
harus loyal kepada Golkar. - Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru. - Larangan penyebaran
ajaran Bung Karno. 1971 - Usaha peleburan partai- partai. - Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71
serta kampanye berat sebelah dari Golkar. - Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti
rugi yang layak. - Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih
ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya
Sum Kuning dibebaskan. 1972 - Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung. 1973 -
Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung . 1974 - Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat
akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari.
Sebelas pendemo terbunuh. - Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’
pimpinan Muchtar Lubis. 1975 - Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur. - Kasus Balibo,
terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius. 1977 - Tuduhan subversi terhadap Suwito. - Kasus
tanah Siria- ria. - Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim
perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim. - Kasus
subversi komando Jihad. 1978 - Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/
media cetak di Indonesia . - Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya
pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi. - Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain
Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas. 1980 - Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari.
Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus. - Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50.
Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri. 1981 - Kasus Woyla, pembajakan
pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini. 1982
- Kasus Tanah Rawa Bilal. - Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah
memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai. - Majalah
Official Website of Koalisi NGO HAM Aceh
http://koalisi-ham.org Powered by Joomla! Generated: 23 March, 2010, 15:58
Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye
pemilu di Jakarta . Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh
korban jiwa tadi. 1983 - Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak
secara misterius di muka umum. - Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI. 1984 -
Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia. - Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi. - Tuduhan
subversi terhadap Dharsono. - Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur 1985 - Pengadilan
terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa. 1986 - Pembunuhan terhadap
peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau
konspirasi kalangan elit. - Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta . - Kasus subversi
terhadap Sanusi. - Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI. 1989 - Kasus tanah Kedung Ombo. - Kasus
tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf. - Kasus tanah Kemayoran. - Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas
oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari. - Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di
Bima. - Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari
unsur intelijen dan ABRI. 1991 - Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap
pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal. 1992 -
Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto. - Penangkapan
Xanana Gusmao. 1993 - Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8
Mei 1993 1994 - Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang
bekas oleh Habibie. 1995 - Kasus Tanah Koja. - Kerusuhan di Flores. 1996 - Kerusuhan
anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26
Desember 19962. Kasus tanah Balongan. - Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim
mengenai pencemaran lingkungan. - Sengketa tanah Manis Mata. - Kasus waduk Nipah di madura, dimana
korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka. - Kasus penahanan
dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto
yang berkun-jung di sana . - Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar. - Penyerangan dan pembunuhan
terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli. - Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 30 Desember 1996. 1997 - Kasus tanah Kemayoran. - Kasus pembantaian mereka
yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur. 1998 - Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat
keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda
hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998. - Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari
sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang
Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
1999 - Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999.
Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24
Agustus 1999. - Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi penolakan
Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24
November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II. - Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak
keamanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Oktober 1999. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang
terbuka. Beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terbuka seperti yang tersebut pada tabel di atas,
memang masih dapat diperdebatkan, apakah layak dikategorikan pelanggaran hak asasi manusia atau tidak. Kasus di
atas adalah pelanggaran hak asasi manusia dengan pelaku tertuding adalah negara (negara menzalimin warganya),
namun pelanggaran hak asasi manusia yang pelakunya bukan aparat negara belum termasuk di dalamnya seperti
warga negara menzalimin negaranya, tetapi dengan mengorbankan orang lain. Antara pelaku aparat negara dengan
yang bukan aparat negara mempunyai hubungan sebab akibat. Beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia
tersebut, ada yang sudah selesai diadili seperti kasus Timor Timur, ada yang sedang dalam proses penekanan untuk
diadili seperti kasus Tanjung Priok. Dan ada yang belum mendapat tanggapan serius seperti kasus G30S/PKI, dan ada
yang dianggap bukan kasus pelanggaran hak asasi manusia, seperti kasus Trisakti dan Semanggi. Bagaimana semua
ini dapat terjadi di dalam negara yang sangat menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa?, yang sangat menjunjung
tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab?, yang sangat menjunjung tinggi persatuan Indonesia?, yang sangat
menghargai demokrasi? dan yang sangat mendambakan keadilan sosial?. Bukankah dengan timbulnya pelanggaran
HAM sangat bertentangan dengan semangat menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa?, kemanusiaan yang adil
dan beradab?, persatuan Indonesia?, demokrasi? dan cita-cita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia?.
Lalu sejauhmana dampak pelanggaran HAM ini mempengaruhi bidang sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya?
Merupakan hal yang perlu dicermati, mengingat dampak pelanggaran HAM ini, merupakan titik lemah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Mengapa negara dan masyarakat Indonesia begitu mudah melakukan pelanggaran HAM?
Padahal selama pemerintahan orde baru, aktivitas pembinaan mental mulai dari pendidikan keagamaan secara formal di
bangku pendidikan sampai pendidikan keagamaan non formal seperti dorongan untuk rajin beribadah, sampai
pembinaan rohani yang dilakukan di media-media baik cetak maupun elektronik, justru menghasilkan masyarakat yang
sebaliknya? Dalam bahasa yang lebih kasar, mengapa pada masyarakat yang mengaku beragama, justru tindak
pelanggaran HAM meningkat baik dalam jumlah maupun kwalitasnya, sementara masyarakat yang mengaku tidak
beragama seperti Baduy di Jawa Barat, tindakan kejahatannya kecil sekali? 4. Pelanggaran HAM: Antara Faktor Hak
Dan Kewajiban Yang Tidak Seiring Sejalan Kembali ke awal, telah diungkapkan di atas, bahwa antara dokumen HAM
PBB dan dokumen HAM Indonesia ada perbedaan makna yang mendasar dalam memandang masalah HAM. Dalam
dokumen PBB tidak menjelaskan kewajiban manusia sebagai bagian dari HAM. Sedangkan dalam dokumen HAM
Indonesia menjelaskan kewajiban manusia juga adalah bagian dari HAM. Akibat tidak jelasnya kewajiban dalam
Official Website of Koalisi NGO HAM Aceh
http://koalisi-ham.org Powered by Joomla! Generated: 23 March, 2010, 15:58
dokumen HAM PBB ini, dokumen PBB itu kerapkali berubah menjadi alat untuk membenarkan tindakan sendiri, alat
untuk memprovokasi oleh kalangan tertentu di dalam sebuah negara, terhadap negaranya sendiri. Ketika hak-hak
kalangan tertentu tersebut terganggu di negaranya, (tidak mengakui bertanggungjawab sebagai bagian dari kewajiban
dalam penegakan HAM) mereka mengunakan dokumen PBB untuk mengekspresikan, membenarkan dan sekaligus
untuk mempertahankan kebenaran tingkah lakunya yang tidak bertanggungjawab tersebut. Akibat tidak jelasnya
kewajiban manusia menurut HAM PBB ini, mengakibatkan kelompok-kelompok yang mempunyai akses ke dunia
Internasional, kerap merepotkan pemerintah sebuah negara dalam menghadapi satu masalah seperti yang dialami
Indonesia . Ada kelompok LSM Indonesia yang menjual isu HAM ke luar negeri untuk kepentingan baik kepentingan
politik, maupun kepentingan yang bermotif ekonomi, sementara implikasi tindakannya sebagai bagian dari
tanggungjawabnya sebagai warga Negara tidak .dilakukannya. Pelaksanaan HAM seharusnya antara hak dan
kewajiban antara warga negara atau pemerintah, harus berjalan secara harmonis, tidak dibenarkan hanya menuntut
haknya saja, kalau ini terjadi sama dengan pemeras, tidak dibenarkan melaksanakan kewajibannya saja, kalau ini terjadi
perbudakan namanya. Ternyata pelaksanaan antara hak dan kewajiban di Indonesia , tidak berjalan seimbang, baik itu
oleh aparat pemerintah sebagai pelaku dari sisi pemerintahan, dan kelompok masyarakat dari sisi warga negara. 5.
Penutup Kasus pelanggaran hak asasi manusia, pelaku utamanya tertuding adalah aparat negara (negara menzalimin
warganya), namun pelanggaran hak asasi manusia yang pelakunya bukan aparat negara tidak pernah diungkapkan
secara jelas. (warga menzalimin negaranya). Padahal kedua belah pihak adalah pelanggaran HAM yang siginifikan. Baik
aparat negara maupun bukan, mempunyai hubungan sebab akibat, dan korban terbesar dari pelanggaran HAM adalah
rakyat biasa yang sama sekali tidak terkait dengan berbagai kepentingan politik dari dua belah pihak yang berseteru.
Maka terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia, pada masa orde lama terkait dengan untuk mempertahankan negara
Indonesia . Penumpasan terhadap gerakan separatis adalah salah satu contoh pelanggaran HAM tersebut. Untuk
menjaga keutuhan negara tindakan ini dapat diterima. Terjadinya pelanggaran HAM pada orde baru, berhubungan erat
dengan budaya politik orde baru yang menekankan kepada stabiltas keamanan. Pendekatan stabiltas keamanan ini,
mengandung anak haram yang bernama kolusi, korupsi dan nepotisme. Pada daerah tertentu, nepotismenya yang
menonjol dan pada daerah tertentu kolusinya yang menonjol. Pelanggaran hak asasi manusia ini karena budaya politik
yang berkembangkan selama ini khsusunya yang berasal dari orde baru bersifat otoriter dan represif; di dalam sifat
otoriter dan represif ada nepotisme dan kolusi, paternalisme serta patrimonial yang ditandai dengan indikatornya antara
lain bapakisme, sikap asal bapak senang, tujuannya untuk mengamankan jalur kepentingan penguasa yang berkuasa.
Dalam hubungan ini, antara hak dan kewajiban tidak berjalan seiring sejalan. Akibat tidak harmonisnya hubungan
antara hak dan kewajiban melahirkan, kelompok yang hanya menuntut haknya, dan kelompok yang menuntut
kewajibannya saja, sehingga mengesankan ada kelompok pemerasan dan ada kelompok pembudakan. Perbenturan
keduanya melahirkan pelanggaran atas hak asasi manusia.
Official Website of Koalisi NGO HAM Aceh
http://koalisi-ham.org Powered by Joomla! Generated: 23 March, 2010, 15:58

Tidak ada komentar:

Posting Komentar